Henoteisme (dari bahasa Yunani heis theos atau "satu tuhan") mengacu pada sistem kepercayaan agama yang menerima keberadaan banyak dewa (seperti politeisme) tetapi menyembah satu dewa sebagai yang tertinggi. Sistem kepercayaan seperti itu telah ditemukan sepanjang sejarah dan lintas budaya dunia. Istilah ini pertama kali diciptakan oleh Friedrich Wilhelm Joseph von Schelling (1775–1854) untuk menggambarkan apa yang dia anggap sebagai tahap awal monoteisme, dan kemudian digunakan secara umum oleh ahli bahasa Max Müller (1823–1900) untuk mencirikan keyakinan agama yang ditemukan dalam Weda Hindu. Selanjutnya, antropolog Edward Burnett Tylor (1832–1917) memahami henoteisme sebagai fase alami dalam perkembangan perkembangan agama di mana budaya dianggap berevolusi dari politeisme, melalui henoteisme, menjadi puncak monoteisme sebagai manifestasi tertinggi dari pemikiran religius. Namun, pandangan evolusioner tentang agama ini telah menimbulkan banyak perdebatan karena menyangkal posisi agama-agama Ibrahim bahwa Tuhan adalah monoteistik sejak awal. Namun demikian, istilah henoteisme terus memungkinkan ketepatan yang lebih besar dalam klasifikasi sistem kepercayaan agama.
Henoteisme sebagai Kategori Agama
"Henoteisme" sebagai sebuah istilah tidak banyak digunakan oleh masyarakat umum tetapi telah tampil menonjol sebagai titik diskusi dalam perdebatan akademis tentang sifat dan perkembangan agama. Kajian akademik agama membedakan beberapa kategori keyakinan agama yang ditemukan di seluruh dunia termasuk monoteisme, politeisme, deisme, panteisme, dan henoteisme (antara lain). Istilah "henoteisme" digunakan terutama oleh ahli bahasa dan antropolog dan telah dikaitkan dengan kategori akademik agama lainnya. Misalnya, Max Müller menggunakan istilah ini secara bergantian dengan kathenotheisme (dari bahasa Yunani kath'™hena, 'œsatu demi satu' ), mengacu pada Weda di mana terdapat dewa-dewa tertinggi yang berbeda pada waktu yang berbeda. Demikian pula, henoteisme tidak boleh disamakan dengan monolatrisme, di mana banyak dewa diyakini ada, tetapi hanya dapat mengerahkan kekuatannya pada mereka yang menyembahnya. Sementara monolator secara eksklusif memuja satu tuhan, henoteis dapat menyembah tuhan apapun dalam jajaran khusus mereka, tergantung pada berbagai keadaan [...]